Kondisi Kerja Layak di Industri Kreatif dan Pekerja Budaya Masih Jauh dari Impian - Suara Merdeka Jakarta

Kondisi Kerja Layak di Industri Kreatif dan Pekerja Budaya Masih Jauh dari Impian

- Minggu, 28 April 2024 | 14:45 WIB
SINDIKASI) Jabodetabek didukung oleh Dewan Perwakilan Nasional SINDIKASI menggelar “Konsolidasi May Day dan Diskusi Publik: Kerja Budaya antara Seniman dan Kelas Pekerja” (SM/Dok)
SINDIKASI) Jabodetabek didukung oleh Dewan Perwakilan Nasional SINDIKASI menggelar “Konsolidasi May Day dan Diskusi Publik: Kerja Budaya antara Seniman dan Kelas Pekerja” (SM/Dok)

JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Pembuat Dokumenter, Wulan Putri mengatakan kondisi kerja layak di industri kreatif dan pekerja budaya masih jauh dari impian. Hal tersebut disampaikan saat “Konsolidasi May Day dan Diskusi Publik: Kerja Budaya antara Seniman dan Kelas Pekerja”, di Museum Kebangkitan Nasional, Jakarta pada Sabtu (27/4).

Salah satu yang disoroti Putri ialah praktik dalam proses produksi film dokumenter. Menurutnya, dalam proses produksi dokumenter, ia dan rekan seprofesi lain kerap mengisi lebih dari satu posisi secara bersamaan, mulai dari produser hingga sutradara.

Kondisi ini menurut Putri terjadi lantaran pihak pemberi dana atau kerja hanya memasukkan unsur keluaran atau produk jadi dalam proses produksi, bukan tenaga kerja yang dilibatkan.

"Belum lagi bagi perempuan. Pekerja film dokumenter perempuan masih harus menanggung beban ganda mengurus domestik, dan juga mengisi berbagai posisi di produksi dokumenter," ujarnya saat diskusi berlangsung.

Situasi yang disampaikan oleh Putri, kerap membuat pekerja mengalami overwork atau kerja berlebihan. Sebagai gambaran pada 2017, Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menemukan lebih dari sepertiga pekerja ekonomi kreatif Indonesia mengalami overwork karena bekerja lebih dari 48 jam setiap pekan.

Survei #SepakatDi14 yang dilakukan SINDIKASi bersama Indonesia Cinematographer Society (ICS) juga menemukan rata-rata pekerja film bekerja selama 16-20 jam dalam satu hari syuting.

Padahal, menurut Badan kesehatan dunia WHO bekerja melebihi 55 jam setiap pekan karena berisiko tinggi meninggal akibat penyakit stroke dan penyakit jantung iskemik.

Di tengah situasi tersebut, Perwakilan ruangrupa dan Gudskul Ekosistem, Daniella F. Praptono memaparkan sejumlah pekerja seni dan budaya telah mengupayakan membangun kolektif untuk menciptakan kerja yang lebih berkeadilan.

Meski demikian, Ia juga menggarisbawahi upaya membangun kolektif kerja bagi pekerja seni dan budaya juga tidak selalu mudah.

"Ruang yang kita saat ini masih belum ideal. Saat ini ruang yang kita praktekkan itu seperti lumbung, tempat untuk sharing knowledge, dan ini masih belum ideal pasti akan ada saja yang tidak bisa sustain saat ini. Tapi praktek itu yang kita coba usahakan," kata Daniella.***

Editor: Arif Muhammad Iqbal

Tags

Rekomendasi

Terkini

Denny JA: Diplomasi Lewat Sastra akan Lebih Efektif

Selasa, 30 April 2024 | 10:33 WIB

Tradisi Sadranan: Merayakan Kekerabatan dan Budaya

Kamis, 29 Februari 2024 | 22:57 WIB

70 Tahun Massardi's

Kamis, 29 Februari 2024 | 09:41 WIB

Kesenian Adalah Alat Memuliakan Manusia

Kamis, 22 Februari 2024 | 21:38 WIB
X