Muhaimin Iskandar diperiksa KPK terkait dugaan korupsi di Kemenaker, mengapa pengusutan harus transparan?

Muhaimin Iskandar melambaikan tangan saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (07/09).

Sumber gambar, M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Muhaimin Iskandar melambaikan tangan saat tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (07/09).

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta transparan menangani kasus dugaan korupsi yang dikaitkan dengan bakal calon wakil presiden dari Koalisi Perubahan, Muhaimin Iskandar, untuk membuktikan bahwa lembaga antirasuah tersebut "bukan alat politik", kata pegiat antikorupsi.

Usai diperiksa KPK, Kamis (07/09) sore, Muhaimin Iskandar mengaku sudah menjelaskan "apa yang dia ketahui" dalam kasus dugaan korupsi sistem perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri pada 2012, saat dirinya menjadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

"Saya sudah bantu menjelaskan semua yang saya tahu, semua yang saya pernah dengar," kata Muhaimin di hadapan wartawan, di depan Gedung KPK.

Dia menolak menjawab pertanyaan wartawan tentang tudingan yang menyebut dirinya terkait kasus tersebut.

Muhaimin juga memilih bungkam saat dicecar pertanyaan tentang motif politik di balik pemeriksaan dirinya oleh KPK.

Sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dugaan korupsi sistem proteksi tenaga kerja Indonesia.

Mereka adalah anggota aparatur sipil negara (ASN) dan satu orang pihak swasta.

Lewati Podcast dan lanjutkan membaca
Investigasi: Skandal Adopsi

Investigasi untuk menyibak tabir adopsi ilegal dari Indonesia ke Belanda di masa lalu

Episode

Akhir dari Podcast

KPK menyebut sistem proteksi dengan nilai kontrak Rp20 miliar itu ditujukan untuk mengawasi kondisi TKI di luar negeri. Namun karena dugaan korupsi yang terjadi, sistem proteksi itu menjadi tidak berfungsi.

Kasus dugaan korupsi itu terjadi pada 2012, ketika Muhaimin menjabat sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Saat itu dia juga sudah berposisi sebagai Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Sebelumnya, pegiat anti-korupsi meminta agar KPK transparan menangani kasus dugaan korupsi yang dikaitkan dengan bakal calon wakil presiden dari Koalisi Perubahan, Muhaimin Iskandar, untuk membuktikan bahwa lembaga antirasuah tersebut "bukan alat politik".

Pemberitaan terkait rencana KPK memeriksa Muhaimin ini terjadi ketika dia akan mendampingi calon presiden Anies Baswedan sebagai cawapres.

Di sinilah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Nasdem, Effendy Choirie, meresponsnya dengan menyebut KPK "mengada-ada".

"KPK ini mau jadi penegak hukum atau alat politik," kata Choirie.

Sementara itu KPK, membantah bahwa pengusutan kasus ini bersifat politis lantaran penyidikan kasus ini sudah berjalan "jauh sebelum hiruk pikuk politik".

Peneliti dari Transparency International Indonesia (TII), Sahel Muzamil ,menilai KPK harus mampu menjawab tudingan itu dengan bekerja secara transparan.

"Ini kasus lama, tentu stigma bahwa KPK bermain politik atau KPK dijadikan alat politik tak terhindarkan. Kalau KPK tidak bisa menjelaskan secara terang benderang kerja mereka selama 2012 sampai sekarang, tentu kecurigaan itu jadi masuk akal," kata Sahel.

Ketua Umum PKB yang juga bakal calon wakil presiden Muhaimin Iskandar turun dari mobil saat tiba di NasDem Tower, Jakarta, Rabu (06/09).

Sumber gambar, M Risyal Hidayat/ANTARA FOTO

Keterangan gambar, Ketua Umum PKB yang juga bakal calon wakil presiden Muhaimin Iskandar turun dari mobil saat tiba di NasDem Tower, Jakarta, Rabu (06/09/2023).

Pengusutan kasus 'tetap tak boleh ditunda'

Menurut TII, pengusutan kasus dugaan korupsi ini "tidak boleh ditunda" terlepas dari apapun momentum politiknya.

Namun dalam konteks saat ini, penting bagi KPK untuk menjelaskan kepada publik alat bukti yang telah diperoleh agar asumsi tersebut dapat dipatahkan.

"KPK seharusnya transparan untuk semua kasus, menyampaikan di mana kesulitannya untuk memperoleh alat bukti dan sebagainya. Jangan seperti sekarang, bertepatan dengan momentum politik hanya menjelaskan ini karena buktinya baru didapat sekarang," kata Sahel.

"Tapi kenapa dalam rentang 2012 sampai sekarang, bukti yang cukup baru diperoleh sekarang? Apa kesulitannya memperoleh bukti sebelumnya? Ini juga harus diungkapkan ke publik," sambungnya.

Sahel memahami mengapa asumsi politis itu muncul, mengingat progres penanganan kasus di KPK "sering kali tak jelas" bahkan "timbul tenggelam".

Selain itu, dia menilai tuduhan politis juga tak lepas dari catatan buruk KPK sendiri dalam menangani sejumlah kasus "yang membuat orang berasumsi macam-macam tentang KPK".

Dia mencontohkan lambatnya KPK menangkap politisi PDIP, Harun Masiku, yang masih buron hingga saat ini tanpa ada penjelasan pada publik. Sedangkan dalam kasus yang melibatkan politisi lainnya, KPK "terkesan aktif".

Ada pula catatan buruk dari polemik pencopotan mantan Direktur Penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro, yang mengaku sempat dipaksa membuat laporan kejadian tindak pidana dari suatu kasus sebelum ada gelar perkara.

"Berita-berita seperti itu kemungkinan akan terus berlanjut sehingga ketika KPK memproses hukum, tentu stigma negatif ini akan terus berlanjut, dan ini salahnya KPK sendiri. Terus terang, pimpinan KPK yang sekarang ini agak problematik," kata Sahel.

Menurut Sahel, tudingan semacam itu dapat terhindarkan apabila KPK selama ini bekerja secara transparan.

Tetapi persoalannya, masih ada kasus-kasus yang tiba-tiba "hilang dari panggung publik tanpa ada kejelasan".

"Termasuk kasus yang menimpa Cak Imin ini, enggak dinyatakan selesai, tapi prosesnya tidak ada. Tenggelam, tiba-tiba muncul lagi," kata dia.

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (kiri) dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah (kanan)

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Artikel-artikel yang direkomendasikan

KPK: Kasus diusut 'sebelum hiruk pikuk politik'

Secara terpisah, Juru Bicara KPK, Ali Fikri, membantah tudingan bahwa kasus ini sangat politis.

"Perlu dipahami jauh sebelum itu, kami sudah lakukan proses penanganan perkara tersebut. Jauh sebelum hiruk pikuk persoalan tersebut. Kami pun sudah lakukan kegiatan penggeledahan beberapa waktu lalu sebagai bagian proses penegakan hukumnya," kata Ali.

Menurutnya, pengusutan kasus ini berawal dari laporan masyarakat. Setelah ditelaah, diverifikasi dan diselidiki, kasus ini naik ke tingkat penyidikan.

Dia mengklaim alat bukti dari kasus ini telah terkumpul sejak Juli 2023. Sedangkan surat perintah penyidikannya terbit pada Agustus 2023.

"Jelas pada proses penerimaan laporan hingga penyelidikan saja kami pastikan butuh waktu panjang lebih dahulu. Tidak sebulan dua bulan bahkan bisa lebih dan tentu sudah pasti sebelum ramai urusan hiruk pikuk politik pencapresan tersebut," jelas Ali.

KPK juga telah menggeledah ruangan di Gedung A Kementerian Ketenagakerjaan pada 18 Agustus 2023.

Kemudian pada akhir Agustus, penyidik juga menggeledah rumah politisi PKB Reyna Usman, yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Bagaimana respons Koalisi Perubahan?

Anies Baswedan (kiri) dan Muhaimin Iskandar (kanan)  dalam Deklarasi Capres-Cawapres 2024 di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/9/2023)

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Hermawi Taslim, menyatakan pengusutan kasus dugaan korupsi sistem proteksi TKI ini "tidak akan memengaruhi koalisi Nasdem dan PKB".

"Kami sudah menelusuri seluruh rangkaian rekam jejak Cak Imin, dan kami berkyeakinan akan keberadaan Cak Imin yang sangat menghormati proses hukum," kata Hermawi melalui pesan singkat kepada BBC News Indonesia.

Koalisi, sambungnya, "mempercayai profesionalisme KPK" dalam menangani kasus ini.

"Tapi kita ikuti dengan seksama perkembangan kasus ini," kata Hermawi.

Sebelumnya, bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan juga telah merespons pengusutan kasus ini.

Anies yang baru saja mendeklarasikan Cak Imin sebagai pendampingnya pada Minggu (3/9) juga meyakini pengusutan kasus itu tidak akan mengganggu proses pencalonan pilpres.

"Insya Allah semuanya lancar," kata Anies di Deli Serdang, Sumatra Utara pada Minggu (3/9) dikutip dari Kompas.com.

Kasus apa saja yang dikaitkan dengan Muhaimin?

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar dalam peringatan Haul Gusdur pada Mei 2023

Sumber gambar, ANTARA FOTO

Sejauh ini, ada empat perkara hukum yang dikaitkan dengan Muhaimin.

Dikutip dari Majalah Tempo, KPK pernah menangkap dua anak buah Muhaimin dan menyita uang Rp1,5 miliar yang disimpan dalam kardus durian pada 2011.

Uang itu diduga sebagai suap untuk memuluskan pengucuran dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah tertinggal di Kemnaker.

Dalam persidangan terungkap bahwa uang suap itu akan disetorkan kepada Cak Imin sebagai Menaker.

Cak Imin membantah tudingan tersebut dalam persidangan yang digelar pada Februari 2012. Dia mengaku "tak tahu" soal dana percepatan pembangunan infrastruktur tersebut.

Ketua KPK Firli Bahuri sempat mengungkit kembali kasus itu pada Oktober 2022, namun belum ada perkembangan hingga saat ini. Salah satu kendalanya disebut karena saksi kuncinya sudah meninggal dunia.

Nama Cak Imin juga terseret dalam kasus suap infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Anggota DPR dari PKB, Musa Zainudin divonis sembilan tahun penjara pada November 2017 karena terbukti menerima suap Rp7 miliar.

Musa mengaku sebagian besar uang suap itu diserahkan kepada petinggi PKB untuk keperluan pemilihan Gubernur Jawa Timur.

KPK, setelah dipimpin Firli, sempat memeriksa Cak Imin dalam kasus ini pada Januari 2020. Namun sampai saat ini, kelanjutan kasus ini belum jelas.

Selai itu, Musa Zainudin juga pernah menyebutkan bahwa Cak Imin menerima uang Rp40 miliar dari PT Sugar Group Company untuk memberikan rekomendasi PKB dalam pemilihan kepala daerah Provinsi Lampung.