Awal Mula Gempa Dewa dan Kondisi Terkini Desa Wadas -

Awal Mula Gempa Dewa dan Kondisi Terkini Desa Wadas

Loading

Diskusi dalam rangka menyambut hari HAM oleh Aliansi Masyarakat Peduli HAM (AMPUH) turut dihadiri oleh anggota Gerakan Mahasiswa Peduli Alam (Gempa) Desa Wadas (Dewa). Dalam pernyataannya, salah satu anggota Gempa Dewa menceritakan awal mula terbentuknya gerakan tersebut dan menyampaikan kondisi terkini di Desa Wadas.

Dalam diskusi yang bertajuk “Investasi, Negara, dan Pelanggaran HAM” itu, Fuad selaku perwakilan dari Gempa Dewa menceritakan bahwa meski sudah lama mendengar isu tentang akan adanya proyek pembangunan Bendungan Bener, wacana itu akhirnya lebih mencuat tahun 2015.

Pria yang biasa memakai topi hitam itu menyampaikan merasa dibodohi dengan adanya wacana pembangunan Bendungan Bener, sebab masyarakat sekitar tidak dilibatkan dalam pembahasan pembangunan.

“Akhirnya para pemuda setempat menganalisa dan mulai belajar mengenai Amdal (Analisis Dampak Lingkungan-red) dan persyaratan pembangunan,” papar Fuad (04/12)

Lebih lanjut, ia juga mengeluhkan terkait Pemerintah Desa Wadas yang tidak transparan menyampaikan rencana pembangunan yang akan mengeruk hutan dan kebun mereka. Akhirnya, setelah para pemuda setempat paham dengan Amdal dan peraturan pembangunan, para pemuda tersebut melakukan campaign ke warga di desa Wadas.

Dengan penjelasan yang logis dan dapat diterima, warga Desa Wadas akhirnya ikut merapat ke barisan Gempa Dewa yang menolak untuk dibangunnya Bendungan Bener di Purworejo. Tidak cukup sampai di situ, setelahnya Gempa Dewa pun berkoordinasi dengan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta untuk bekerja sama dalam rangka menjaga alam yang menjadi, “Tempat hidup dan mata pencaharian kita,” jelas Fuad.

Setelah melakukan serangkaian tindakan di atas, Fuad mengaku saat ini sudah 80 persen warga yang menolak untuk desa dijadikan lokasi penambangan untuk pembuatan bendungan. Ia juga mengaku telah melakukan aksi, audiensi, mediasi, dan sebagainya untuk menyelesaikan permasalah ini. “Tetapi kita seperti dianggap tidak ada,” keluhnya.

Baca Juga:  PRPPB : Manusia Papua Bukan Monyet!

Reporter Poros saat itu sempat meliput aksi demostrasi yang dilakukan Gempa Dewa di Gedung  Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWS-SO). Demonstrasi yang dimulai dari jembatan layang Janti hingga di dalam kompleks BBWS-SO itu mendesak dan menuntut empat hal, yaitu:

1. Menghapus Desa Wadas sebagai lokasi penambangan bahan material/quarry untuk pembangunan Bendungan Bener;

2. Menghentikan tindakan provokatif dan intimidasi yang dilakukan BBWS dan Aparat;

3. Hentikan seluruh bentuk perampasan lahan dan ruang hidup;

4. Meminta UGM sebagai institusi pendidikan berpihak kepada masyarakat.

Usai aksi tersebut juga Gempa Dewa sempat melakukan audiensi dengan pemerintah setempat. Dari audiensi tersebut dihasilkan keputusan berikut:

1. Warga menolak terkait penambangan quarry di Desa Wadas.

2. Warga tidak menghendaki BBWS dan pihak lainnya yang terkait proyek Bendungan Bener masuk ke Desa Wadas dalam kegiatan apapun.

3. Hasil audiensi dari penolakan warga Desa Wadas akan dibawa untuk didiskuskan ke Gubernur Jawa Tengah.

4. Meninjau kembali berita acara konsultasi publik 26 April 2018 sebagai dasar Izin Penetapan Lokasi.

Untuk diketahui, setelah audiensi tersebut, massa aksi juga bergerak menuju kampus Universitas Gajah Mada untuk menyampaikan aspirasi. Hal itu dilakukan karena pihak Gempa Dewa menilai UGM ikut andil dalam proyek bendungan tersebut.

Namun begitu, Fuad mengaku bersyukur karena setidaknya hingga saat ini, warga Desa Wadas masih bisa bertahan dan bisa menghambat proyek yang seharusnya tahun 2018 ini sudah mulai melakukan pembebasan lahan.

Saat ini, Gempa Dewa tengah berkoordinasi juga dengan desa lain untuk menjalin pemahaman yang sama. Fuad berharap, semua pihak tetap berdiri di samping Gempa Dewa hingga permasalahannya benar-benar selesai.

Baca Juga:  Antara Petani dan Mangrove: Sepasang Sandal Kehidupan

“Sampai saat ini juga kita masih sering diajak mediasi,” ungkapnya.

Fuad juga mengharapkan kedatangan para aktivis dan akademisi untuk berkunjung ke Desa Wadas untuk setidaknya sekadar bertukar pikiran dengan warga setempat.

Penulis: Royyan

Persma Poros
Menyibak Realita