Perang Informasi di Media Sosial, Waspadai Adu Domba oleh Troll Factory - Jawa Pos
Jumat, 7 Juni 2024

Perang Informasi di Media Sosial, Waspadai Adu Domba oleh Troll Factory

- Jumat, 17 Mei 2024 | 21:01 WIB
Mustafa Selcuk (dua dari kanan) di Universitas Muhammadiyah Malang. (Nasrullah untuk JawaPos.com)
Mustafa Selcuk (dua dari kanan) di Universitas Muhammadiyah Malang. (Nasrullah untuk JawaPos.com)


JawaPos.com
- Kuliah
tamu internasional di Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) berlangsung seru. Sejumlah 250 mahasiswa antusias mengikuti diskusi yang menghadirkan narasumber pakar media baru (new media) Aristotle University of Thessaloniki, Yunani, Mustafa Selcuk dan Kaprodi Komunikasi UMM Nasrullah sebagai panelis, Rabu (15/5/).

Mahasiswa berebut mengajukan pertanyaan usai kedua nara sumber memaparkan materinya tentang information war di media sosial. Sebagian besar mempertanyakan keberpihakan pemerintah dan media ketika terjadi perang informasi itu. Publik banyak dirugikan karena ikut terpecah dan masuk dalam konflik ketika perang opini terjadi di media.

Salah satu penanya, Sania, mengritik media banyak melakukan framing berita menggunakan cara-cara information disorder. Merespon pernyataan ini Selcuk mengatakan subjektivitas media seringkali menjadi sumber informasi publik dan menjadikan sebagai referensi. Cara terbaik menurutnya adalah melakukan pengecekan ulang tentang kebenaran yang disampaikan media dengan cara bertanya langsung ke sumber terpercaya.

Baca Juga: Kenali Sifat Red Flag dari Zodiak Gemini, Supaya Anda Tidak Kaget Ketika Menghadapi Mereka

“Saya sering mendapatkan postingan di media sosial yang tidak benar. Saya berusaha menghubungi teman saya melalui video call, misalnya, untuk mengecek kebenaran informasi tersebut,” kata Selcuk yang pernah menjadi visiting lecturer di UMM tiga tahun lalu ini.  

Senada Selcuk, Nasrullah menegaskan tidak ada media yang 100% objektif dan netral. Setiap media memiliki kepentingan yang sulit dilepaskan, baik dari sisi individu pekerja media, rutinitas, organisasi internal dan eksternal media, maupun pada tingkat ideologi.

“Media sulit tidak melakukan framing untuk mendukung opini kepentingannya. Hanya saja kita harus memastikan bahwa kepentingan publik yang lebih besarlah yang harus diutamakan,” tambah Kaprodi Komunikasi UMM ini.

Penanya lainnya, Ghozi, menanyakan peran aktor non-militer dalam perang informasi. Ia juga mengkritisi penggunaan istilah benar dan salah melalui media oleh pihak-pihak yang berbeda. Baginya, bukankah masing-masing pihak berhak mengklaim kebenaran tanpa harus menganggap bahwa pihak lain salah.

Dengan demikian harusnya tidak ada perang informasi jika keduanya dapat dianggap benar,” ungkapnya.

Menurut Selcuk, aktor nonmiliter memanfaatkan media sosial untuk mobilisasi. Mobilisasi di media sosial itu pada gilirannya akan berpengaruh pada mobilisasi sosial di dunia nyata.

Baca Juga: Suka Menunda-nunda Pekerjaan? Coba Mulai Lakukan 5 Tips Berikut

Seperti kasus protes di Colombia University Amerika Serikat. Pada posisi seperti ini, tidak hanya pihak kampus, pemerintah pun tidak mampu lagi mencegahnya,” tambah Selcuk.  

Meski demikian, lanjut Selcuk, hoaks tidak akan menguntungkan pihak manapun. Kalau klaim kebenaran itu menggunakan hoaks, maka akan merugikan semua pihak.

Nasrullah menambahkan perang media terjadi justru karena masing-masing merasa benar dan menggunakan cara-cara jahat untuk saling menjatuhkan. Cara-cara yang tidak tepat itu misalnya misi nformasi, disinformasi dan malinformasi.

Halaman:

Editor: Dhimas Ginanjar

Tags

Artikel Terkait

Konten berikut adalah iklan platform Geozo, media kami tidak terkait dengan materi konten ini.

Terkini

PLN Sebut Listrik di Sumbagsel Kembali Normal

Kamis, 6 Juni 2024 | 08:50 WIB